obelia Oktaviana

jujur, untuk melepaskan yang digengam oleh hati dan pernah menjadi hal yang selalu ditunggu bukan hal yang mudah. Bahkan menangis tak dapat menjadi obat penenang rasa. Sakit namun tak tau harus berbuat apa, itu lah yang dirasakan. Seolah maju ataupun mundur akan menjadi momok hari ini dan penyesalan esok hari.

terkadang, aku merenung dan mempertanyakan.

bisakah aku hidup kembali sebagai makhluk lain. Entah apa itu, mereka yang tanpa rasa. Mereka yang menjalani hidup hanya tahu hal-hal sederhana.

lelah.

menopang segalanya di pundak kecil ini. Namun dibagikan pun tak meringankan, malah membuatku mengingat kejadiannya. Sakitnya. Dan bagaimana aku terperangkap pada satu kotak, terkunci dan tak tau bagaimana cara keluar. Tak tau apakah baik – baik saja jika aku keluar dari kotak ini. Atau semakin buruk dan menjadi bumerang bagiku.

Tuhan..

aku lelah..

-bel.

teruntuk mereka yang ditinggalkan.

Ternyata perasaan sedih itu bisa muncul kapanpun ya? Rasanya seperti kemarin sudah mengikhlaskan kepergiannya. Namun ketika ada sesuatu yang muncul dan dapat menjadi sebuah pemicu. Ternyata rasa sedih itu muncul kembali. Rasa ingin mereka tetap ada disisi kita.

Bagiku, ini adalah hal wajar.

Karena hidup memang tentang belajar yang tak ada matinya. Tak ada waktu pasti kapan kita berhenti belajar. Karena banyak sekali pelajaran yang diberikan oleh hidup. Bukan seperti sekolah yang sudah pasti dalam beberapa tahun akan selesai jika naik kelas. Tapi lebih panjang dari itu.

Jadi ketika rasa sedih muncul, tolong..

Tolong jangan salahkan diri sendiri. Sedih itu wajar, setelahnya harus berjanji untuk berjalan ke depan. Mencari segala sesuatu yang memang bisa kita pilih untuk belajar mengikhlaskan mereka yang pergi.

Percaya atau tidak kepergian memang tak selamanya buruk. Kadang mereka pergi untuk kebaikan. Kadang mereka pergi karena memang sudah selesai misinya dan tak ada lagi yang harus dikerjakan. Urusan kita yang sedang berjuang disini, itu beda cerita. Suatu saat, kita semua akan tahu maksud misteri alam tentang datang dan pergi. Mengapa seseorang, Seekor hewan, dan segala hal yang datang bisa diminta pergi tanpa adanya persiapan dari kita yang ditinggalkan.

Mungkin bagi sebagian orang privilege bukan sesuatu yang familiar. Jadi pertama-tama mari bahas singkat tentang privilege itu apa.

Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata privilege —yang diserap ke Bahasa Indonesia menjadi “privilese”—berarti hak istimewa. 

Dalam konteks apa hak istimewa yang dimaksud dalam privilege? Awalnya konteks dari privilege sendiri berhubungan dengan hak istimewa yang didapatkan oleh seseorang dari keluarga kaya raya.

Bagi saya pribadi, privilege tidak selalu menentukan sebuah kesuksesan untuk diraih tetapi memang benar adanya beberapa privilege mempermudah jalan orang-orang yang mendapatkan “hak istimewa” tersebut.

Semuanya kembali kepada individu itu sendiri. Bagaimana mereka yang mendapatkan “hak istimewa ini memperlakukan privilegenya. Dan bagaimana mereka yang tak mendapatkan “hak istimewa” ini berusaha untuk sampai pada titik tujuan. Contohnya jika kita membahas pada bidang akademik, seseorang yang berasal dari keluarga kaya dengan mudah mendapatkan banyak hal untuk membantunya dalam bidang akademik. Tapi apakah itu akan membuatnya sukses pada bidang akademik? bagi saya tidak selalu. Karena jika tidak ada usaha untuk mengembangkan dirri di bidang akademik toh sama saja.

Begitu pula dengan mereka yang tak memiliki hak istimewa atau privilege. Jika mereka terus mengutuk takdir tentang tak mendapatkan privilege sebagai keluarga yang berkecukupan. Mereka akan dengan mudah tertinggal. Namun sebaliknya, jika mereka mau berusaha untuk maju dan berkembang. Bisa jadi, mereka akan lebih mudah menuju ke-titik sukses akademik yang hendak dituju.


Belakangan ini dikehidupan sekitar saya maupun media sosial. Banyak yang membahas mengenai beauty privilege. Mungkin sebagian dari kita bingung mengenai apa itu beauty privilege. Sebenarnya mudah saja, jika privilege dapat diartikan hak istimewa. Maka disini, artinya adalah hak istimewa kepada mereka yang berparas menarik di kalangannya.

Saya rasa beauty privilege ini bisa dikaitkan dengan standard kecantikan pada negara atau lingkungan tersebut. Apakah beauty privilege selalu menjadi hak yang baik untuk mereka yang menerimanya?

bagi saya pribadi akan terbagi menjadi dua dampak dari adanya hak istimewa untuk seseorang. Dalam konteks ini saya ingin membahas individu yang menerika hak tersebut. (tolong diingat ini hanya pandangan pribadi).

  1. Tentu bagi semua orang memiliki paras yang menarik, cantik dan tampan adalah sebuah hal yang menyenangkan. Ditambah dengan adanya hak istimewa ini. Orang – orang yang mendapatkan hak istimewa ini akan terasa dipermudah oleh orang sekitarnya karena tampangnya yang rupawan. Diluar itu individu yang mendapatkan hak istimewa tentu akan merasa perlu untuk mengembangkan skill dalam dunia pekerjaan dan sehari – hari.

  2. Namun tak banyak yang menyadari dari sisi negatif yang didapatkan oleh seseorang yang memiliki tampang yang rupawan. Mereka akan lebih sering dipandang sebelah mata. Seperti semua pencapaian dan usaha yang mereka dapat, seakan- akan didapat dari parasnya yang rupawan. Terlebih lagi, mereka juga tak dapat membedakan dimanakah orang – orang yang memang tulus hadir untuk mereka.

Untuk penutup pemabahasan privilege ini saya akan menyimpulkan:

bahwa kita tidak bisa memandang orang lain dengan kaca mata diri kita saja. Tetapi lebih dari itu, kita perlu mengetahui lebih dalam mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Dan tentu saja hak istimewa akan menjadi sia-sia jika kita tidak melakukan apapun diluar hak tersebut. Bagi saya setiap hal pasti memiliki dampak negatif dan positifnya. Jadi, dari pada menormalisasi adanya kekurangan karena tak mendapat hak istimewa. Ada baiknya dari diri kita untuk mencari potensi – potensi yang dapat diasah dan dikembangkan untuk diri sendiri maupun orang sekitar. (07/10)

-(f)

Hingga hari ini aku masih belajar. Tentang mengikhlaskan siapapun yang datang dalam hidupku. Membuatku nyaman karena mereka ada. Hingga waktu mereka habis dan harus pergi. Entah pergi kembali kepada-Nya atau tetap tinggal di pijakan bumi yang sama. Hanya saja tak dapat sedekat dulu.

Tak mudah mengikhlaskan dan memetik pesan dari kisah yang menyakitkan. Salah satunya kehilangan.

Beradaptasi kembali dengan keadaan lama tetapi bersama memori yang ada. Tak mudah.


jangan paksa -

Tidak sekali aku mendapati orang yang meminta orang lain untuk cepat pulih. Padahal dengan memaksa cepat pulih, bukan menjadi suatu hal yang baik. Malah sebaliknya, karena melewatkan masa – masa memvalidasi perasaan yang ada. Dan melompat pada keikhlasan. Proses kehilangan harus melui tahap yang benar, untuk dapat sampai pada titik ikhlas yang sesungguhnya.

Sedih dan kecewa itu lumrah. Apalagi kehilangan orang yang disayang. Tapi berjanji. Berjanji untuk bangkit setelah melewati sekian lama proses validasi dan merasakan perasaan yang ada. Berjanji untuk menjalani hidup lagi dengan semestinya. Berjanji tuk dapat mengambil hikmahnya.

tak perlu terburu,

kamu bukan berada pada sebuah perlombaan siapa yang paling cepat sembuh. jangan jadikan pengalaman orang lain dan perkataan orang lain menjadi sebuah tolak ukur nilai pada dirimu. nikmati prosesmu. kita semua memang berbeda, bukan tanpa alasan.